(Resensi Buku)
Para pembajak pesawat dalam serangan 11 September yang ternyata tinggal di Eropa, membuat jurnalis Wall Street Journal dan juga peraih Pulitzer Prize, Ian Johnson, bertanya-tanya, bagaimana kelompok seradikal itu bisa membenamkan akar-akarnya di dunia Barat. Sebagian besar laporan merujuk ke masa dua puluh tahun silam, yaitu dukungan AS terhadap para gerilyawan di Afghanistan. Namun, Johnson menggali lebih dalam lagi hingga ke masa Perang Dingin, yaitu kisah sebuah kelompok Muslim eks-Soviet yang berpaling ke pihak Jerman selama Perang Dunia II.
Agen-agen Jerman mengubah kelompok itu menjadi mesin propaganda anti-Soviet. Lalu intelijen AS bersaing untuk mengendalikan dan memengaruhi kelompok Muslim ini guna membendung pengaruh komunisme Soviet pada satu pihak dan Nazi pada pihak lain. Sedangkan Ikhwanul Muslimin berkepentingan menjadikan kelompok ini sebagai landasan untuk menyebarkan “gagasan Islam” yang mereka anut di Eropa.
Sebuh masjid pun dibangun sebagai kompromi perimbangan kepentingan—kalau tidak ingin mengatakan konspirasi—tiga kelompok ini. Dan dengan dibangunnya masjid di Munich ini, bisa dikatakan Islam radikal membangun pijakannya di dunia Barat. Pertanyaannya, bagaimana tiga kelompok yang saling berseberangan satu sama lain bisa terlibat dalam satu konspirasi?
(courtesy untukku.com)
Para pembajak pesawat dalam serangan 11 September yang ternyata tinggal di Eropa, membuat jurnalis Wall Street Journal dan juga peraih Pulitzer Prize, Ian Johnson, bertanya-tanya, bagaimana kelompok seradikal itu bisa membenamkan akar-akarnya di dunia Barat. Sebagian besar laporan merujuk ke masa dua puluh tahun silam, yaitu dukungan AS terhadap para gerilyawan di Afghanistan. Namun, Johnson menggali lebih dalam lagi hingga ke masa Perang Dingin, yaitu kisah sebuah kelompok Muslim eks-Soviet yang berpaling ke pihak Jerman selama Perang Dunia II.
Agen-agen Jerman mengubah kelompok itu menjadi mesin propaganda anti-Soviet. Lalu intelijen AS bersaing untuk mengendalikan dan memengaruhi kelompok Muslim ini guna membendung pengaruh komunisme Soviet pada satu pihak dan Nazi pada pihak lain. Sedangkan Ikhwanul Muslimin berkepentingan menjadikan kelompok ini sebagai landasan untuk menyebarkan “gagasan Islam” yang mereka anut di Eropa.
Sebuh masjid pun dibangun sebagai kompromi perimbangan kepentingan—kalau tidak ingin mengatakan konspirasi—tiga kelompok ini. Dan dengan dibangunnya masjid di Munich ini, bisa dikatakan Islam radikal membangun pijakannya di dunia Barat. Pertanyaannya, bagaimana tiga kelompok yang saling berseberangan satu sama lain bisa terlibat dalam satu konspirasi?
(courtesy untukku.com)