Sabtu, 25 Desember 2010

Hamas, Gerakan Perlawanan Tanpa Henti


Serangan Israel ke Jalur Gaza pada penghujung 2009 kemarin justru malah mencuatkan Hamas sebagai kelompok gerilyawan yang ada di Palestina.

Hamas didirikan oleh Syeikh Ahmad Yassin pad sekitar tahun 1988 sebagai wujud jihad mereka melawan pendudukan Israel yang semena-mena terhadap rakyat Palestina. kegigihan yang dilakukan oleh Hamas justru malah dicap teroris oleh Israel, bagaimana mungkin mereka yang membela tanah air mereka sendiri disebut teroris namun Israel yang jelas-jelas menduduki Palestina disebut mempertahankan diri atas pembenaran mereka melakukan serangan terhadap wilayah Palestina.

Pada awalnya Hamas memilih untuk tidak masuk kedalam pemilu parlemen karena mereka menganggap bahwa apabila mereka ikut dalam pemilu itu sama saja bekerjasama dengan Israel dan mencederai cita-cita mereka untuk kemerdekaan Palestina, namun situasi politik yang semakin tidak menentu, terus berkuasanya Fatah sebagai kelompok perjuangan Palestina yang berada diwilayah Tepi Barat, Palestina. Hamas melihat kecenderungan yang negatif dari Fatah yang terus saja bekerja sama dengan Israel dengan dalih diplomasi, namun pada kenyataannya Israel terus saja membangun permukiman Yahudi diwilayah Palestina, khususnya Jerusalem timur yang dianeksasi(ambil paksa) oleh Israel dan tidak mendapatkan pengakuan internasional.

Belum lagi kasus korupsi yang terus mencuat ditubuh Fatah pasca meninggalnya Arafat sebagai pemimpin mereka sebelumnya, bagaimana uang rakyat jutaan dollar diisukan dinikmati oleh para anggota Fatah untuk berfoya-foya, menyekolahkan anak-anak mereka ke luar negri, dsb. Hal-hal semacam ini tentu saja membuat Hamas geram dan mengambil langkah diplomatik untuk masuk kedalam pemilu dan siapa yang menyangka bahwa Hamas memenangkan pemilu pada 2006 lalu secara mutlak, kampanye restorasi dan perubahan yang ingin dilakukan oleh Hamas pun didengungkan.

Hal seperti ini mencuatkan ketegangan di antara sesama Palestina sendiri akhirnya, dimana Fatah dan Hamas yang sama-sama bersenjata beberapa kali terlibat baku-tembak dan semakin melemahkan perlawanan mereka terhadap Israel, seharusnya dalam keadaan seperti itu mereka dapat bersatu padu, toh kekuatan mereka disatukan saja belum tentu dapat mengalahkan Israel, apalagi dengan semakin terpecah-belahnya mereka membuat perlawanan Palestina semakin melemah.

Kamis, 23 Desember 2010

Konspirasi di balik Pembunuhan Anna Politkovskaya


Anna Politkovskaya, seorang wartawan investigasi untuk harian Novaya Gazeta telah menulis puluhan artikel tentang pelanggaran HAM di Chechnya(Negara Pecahan Rusia), selain itu ia juga banyak sekali melakukan kritikan keras terhadap Perdana Mentri Russia sekarang, yaitu Vladimir Putin, keseriusannya dalam menegakan keadilan dan pelanggaran HAM ia tunjukkan dengan menulis dua buah buku, yaitu A Dirty War: A Russian Reporter in Chechnya (2001) dan Putin’s Russia(2004), yang mana ia banyak sekali menulis kritikan terhadap Putin yang menurutnya Putin ingin mencengkram demokrasi dan melakukan pelanggaran HAM di Cechnya.

Salah satu rilisan paling fenomenal yang dilakukan oleh Anna adalah saat ia menerima rekaman video dari seorang prajurit Russia, yang mengaku tidak dapat hidup tenang atas perbuatannya, dengan harapan apabila video itu rilis dapat membuatnya tenang, dalam video itu terlihat bagaimana para pejuang Chechnya yang sudah terluka parah bahkan sebagian tubuhnya hancur, lepas dan buntung namun tetap saja mereka di angkut paksa, ditumpuk-tumpuk kedalam truk dan dicaci maki tanpa henti oleh para pasukan Russia tersebut, sebuah kejadian yang akhirnya terkenal dengan Komsomolskoye Massacre, karena desa tersebut telah rata dengan tanah dibombardir oleh pasukan Russia tanpa sisa.

Namun kekritisan Anna ini harus dibayar mahal oleh nyawanya, saat ia sedang akan berangkat bekerja, ia ditembak mati oleh orang tak dikenal pada 2006 di apartemennya, proses pengadilan pun telah dilakukan namun tidak mampu mengungkap kejadian tersebut, awalnya pengadilan menduga polisi Moscow yang melakukan hal tersebut, para tersangka yang diidentifikasi bernama  Dzhabrail dan Ibragim Makhmudov, dituduh membawa pembunuh itu ketempat kejadian dengan kendaraan, kemudian Sergei Khadzhikurbanov, mantan penyelidik kepolisian, dituduh memberikan bantuan logistik bagi pembunuhan tersebut.

Pavel Ryaguzov, mantan agen badan keamanan FSB, dituduh melakukan pemerasan dalam aspek lain kasus itu, tapi siapa sebenarnya otak dibelakang semua ini?? Pengadilan pun  gagal membuktikan kalau mereka terlibat dalam pembunuhan tersebut dan akhirnya malah divonis bebas.

Bahkan meskipun Putin mendesak para pembunuh Politkovskaya dihukum, namun ia juga menyebut "sangat tidak berarti" kemampuan wartawati itu untuk mempengaruhi kehidupan politik di Rusia.

Kasus-kasus terhadap wartawan maupun penegak HAM menjadi semakin panjang dan Anna bukanlah satu-satunya korban dalam hal tersebut. Aktivis HAM Natalya Estemirova juga dibunuh. Seperti halnya Anna Politkovskaya, ia mengritik pelanggaran HAM di Chechnya. Tapi kenyataan bahwa pada umumnya kasus-kasus semacam itu tidak terungkap, banyak pengamat beranggapan proses baru pengadilan kali ini juga tidak akan membawa perubahan.

Kemudian Pembela hak asasi yang lain Lev Ponomaryov diserang orang tak dikenal di depan rumahnya.
Hal ini seolah menimbulkan pertanyaan bahwa penegakan demokrasi di Russia tidak berjalan baik, yang mana kebebasan pers harusnya dijunjung tinggi, ini seolah mengingatkan kembali pada masa dimana Joseph Stalin, pemimpin komunis garis keras Uni Soviet(sekarang Russia) pada waktu lalu masih berkuasa, ia menebar terror terhadap warganya sendiri dengan menurunkan puluhan ribu agen KGB(Dinas intelijen Rusia, sekarang FSB) di seluruh Uni Soviet dan akan membabat habis siapa saja yang coba-coba untuk melawannya.
(fin dari berbagai sumber : BBCIndonesia, voanews.com, Perang Chechnya(Agus. S), dll)


Kamis, 09 Desember 2010

Krisis Penyanderaan di Rumah Sakit Budyonnovsk, Rusia


Juni 1995 mungkin akan menjadi salah satu tanggal yang paling dikenang oleh warga Rusia, khususnya orang-orang yang pernah terlibat atau menjadi sandera didalamnya. Sekitar 150-an kelompok bersenjata yang merupakan pejuang kemerdekaan Chechnya, pimpinan Syamil Basayev melakukan sebuah penyerangan kesebuah wilayah diselatan Rusia, Budyonnovsk, para pejuang ini masuk kedalam kota dengan menggunakan truk-truk pengangkut mayat dari Chechnya, yang seharusnya dipakai untuk mengangkut mayat-mayat tentara Rusia yang tewas dalam pertempuran di Chechnya, setelah sebelumnya mereka mengirimkan beberapa agen mata-mata untuk menyusup ke dalam kota Budyonovsk.

Penyerangan awal dilakukan pada siang hari tanggal 14 Juni, dengan menyerang pos-pos polisi dan beberapa kantor pemerintahan yang menyebabkan sekitar 20 orang tewas dipihak Rusia, sadar bahwa mereka tengah diserang, mereka pun berkordinasi untuk meminta bantuan pasukan Rusia, dan baku tembak pun berlangsung alot, menyebabkan para pejuang Chehcnya harus mundur dan melakukan penyanderaan terhadap sebuah rumah sakit dengan menawan hampir 1500 orang sipil didalamnya.

Basayev pun mengultimatum setelah pihak media diizinkan masuk dengan mengultimatum pihak Rusia untuk menghentikan segala aktivitas militernya diwilayah Chechnya, apabila tuntutan itu tidak dipenuhi, maka ia akan mengeksekusi semua tawanan, bukannya mengabulkan, pihak Rusia malah balik mengancam akan mengeksekusi 2000an warga Chechnya, setelah sebelumnya pihak pejuang telah mengeksekusi 6 orang sandera, semuanya berasal dari kalangan aparat Rusia, tidak ada warga sipil yang dibunuh.

Tidak gentar menghadapi ultimatum dari para pejuang, pasukan khusus Rusia pun mulai berhamburan masuk untuk melakukan penyergapan, namun mereka mendapatkan perlawanan sengit dari pihak pejuang, baku tembak tersebut menewaskan 30 sandera pada akhirnya, hal ini kemudian banyak dikritik bahwa sebagian sandera itu malah dibunuh oleh pasukan Rusia itu sendiri, akibat granat yang dilemparkan oleh mereka dari luar serta pemutusan aliran listrik yang dilakukan Rusia membuat beberapa pasien UGD kehabisan nafas.

Namun pihak Rusia tidak pernah mau belajar dari kesalahan mereka dengan melakukan sekali lagi upaya pengambil alihan Rumah Sakit dari para pejuang Chechnya, dan sekali lagi mereka gagal, dan malah semakin menambah korban dipihak sipil akibat ledakan granat, peluru nyasar hasil baku tembak diantara kedua belah pihak. Pihak otoritas Rusia pun melakukan tuduhan bahwa pejuang Chechnya menggunakan warga sipil sebagai perisai hidup atau tameng.

Akhirnya pada tanggal 18 Juni, pihak Rusia yang diwakili oleh perdana menteri Victor Chernomyrdin, melakukan kesepakatan gencatan senjata dengan Syamil Basayev, semua aktivitas militer Rusia di Chechnya dihentikan, dan sandera pun dibebaskan oleh Basayev, sementara itu para pejuang yang tersisa pun diberikan perjalanan aman menuju Chechnya serta membawa para pejuang yang tewas dengan kendaraan khusus berpendingin udara ke Chechnya.
(sumber, buku perang checnya, Agus Subiakto)

Mengenal Para Gerilyawan Chechnya



Para pejuang Chechnya yang tak kenal lelah dalam bertempur ini patut kita hargai perjuangan mereka, bagaimana mereka berjuang tidak saja untuk tanah air mereka namun juga untuk agama mereka, menjaga kehormatan sebagai Muslim yang terus saja dihinakan oleh tentara-tentara Rusia yang tanpa hentinya melakukan pengeboman, penyerangan dan membunuhi warga sipil, memperkosa para wanitanya, melindas mereka dengan tank, para bayi yang menangis kehilangan kakinya, orang-orang tua renta yang menangisi harta bendanya ludes digilas dan dihancurkan tanpa ampun oleh tentara Rusia itu, merekalah para pejuang yang telah membela tanah air mereka, meskipun fitnah dan adu domba sering kali dilakukan oleh Rusia untuk melemahkan mereka. Berikut adalah beberapa pejuang Chechnya yang perlu kita apresiasi perlawanannya yang sebagian dari mereka telah syahid.

Syekh Abdul Halim Sadulayev : Pada awalnya ia adalah seorang ulama, sebagian masa kecilnya ia habiskan di kota Argun dan disanalah ia mempelajari islam, sehingga orang-orang menambahkan gelar syekh didepannya karena pendalamannya tentang agama islam, pergaulannya dengan detasemen-detasemen tempur pejuang Chechnya membuat ia merubah pola pikirnya untuk bergabung dengan mereka, setelah dirinya diangkat untuk menggantikan Aslan Maskhadov, pemimpin pejuang Chechnya sebelumnya, ia pun merubah pola pikir para pejuang yang sebelumnya hanya berfokus pada tanah air mereka, yaitu Chechnya menjadi lebih meluas, yaitu ia ingin membebaskan seluruh wilayah Kaukasus dari cengkraman Rusia. Istrinya pun sempat diculik dan dibunuh secara brutal namun itu tidak menyurutkan perjuangannya sampai akhirnya ia syahid setelah baku tembak dengan FSB(Dinas Intelijen Rusia).

Movsar Barayev : Ia adalah keponakan dari Arbi Barayev, salah satu dari pejuang Chechnya, namanya tidak begitu dikenal sebelmu-sebelumnya, sampai akhirnya dunia memblow-up performanya saati ia memimpin sekelompok bersenjata melakukan penyanderaan di sebuah gedung teater di Moscow pada 2002, tuntutannya jelas yaitu menghimbau kepada Rusia untuk menghentikan perang di Chechnya, kelompok bersenjata yang ia pimpin ia namakan sebagai Suicidal Death Squad, selama tiga hari melakukan aksi penyanderaan sampai akhirnya unit Spetnaz(Pasukan Khusus Rusia) melakukan aksi penyergapan yang berujung pada tewasnya ratusan penonton yang disebabkan oleh racun yang dimasukkan kedalam saluran pendingin ruangan oleh Paukan Rusia itu sendiri, Movsar Barayev pun tewas setelah baku tembak dengan aparat.

Ruslan Gelayev : Pasukan Rusia menjulukinya sebagai Black Angel karena ia selalu berpakaian hitam-hitam dan kekejamannya yang suka mengeksekusi orang khususnya tentara Rusia membuat mereka gentar namun disatu sisi mereka pun sangat bernafsu untuk menghabisinya, pada saat pemerintahan Presiden Dzokhar Dudayev (Presiden pertama Chechnya) ia pun sempat menjadi pemimpin unit pasukan khusus yaitu unit Borz(Wolf), kekejamannya pun ia perlihatkan setelah mengultimatum pasukan Rusia agar menghentikan untuk menggempur desa Shatoy, setelah sebelumnya ia pun sempat mengeksekusi 8 tentara Rusia lainnya, pada perang Chechnya 2, gelayev mengalami banyak kemunduran, sempat diturunkan pangkatnya pula oleh Aslan Maskhadov dan terkepung oleh tentara Rusia di Komsomolskoye dan banyak mengalami miskomunikasi, salah satunya adalah saat ia mengharapkan bantuan kedatangan kendaraan yang akan mengangkutnya yang dijanjikan oleh Arbi Barayev, namun kendaraan itu tidak pernah datang dan akhirnya ia pun terpaksa habis-habisan berjuang dengan pasukan seadanya. Dengan kondisi terkepung ia pun mencoba untuk melarikan diri ke Georgia, namun nasib naas menimpanya saat ia kepergok oleh pasukan patroli Rusia dan ditembaki hingga tewas.

Syamil Basayev : Namanya diambil dari Imam Syamil, kerap orangtuanya pun berharap ia bisa menjadi seperti Imam Syamil, Basayev merupakan pejuang paling radikal diantara para pejuang Chechen lainnya, ia pun terkenal akan duet mautnya dengan emir kahthab dan dijuluki sebagai warlords(dewa perang), namanya mulai mencuat saat ia melakukan penyergapan di sebuah rumah sakit Budionovsk(selatan Rusia), karirnya di bidang kemiliteran dimulai saat ia mendaftarkan diri pada dinas militer Uni Soviet, namun hanya sebagai petugas pemadam kebakaran karena diskriminasi yang dilakukan oleh Rusia terhadap etnis Chechen, karir perjuangan yang sebenarnya baru ia rasakan saat bergabung dengan pasukan Dzokhar Dudayev untuk kemerdekaan Chechnya setelah sebelumnya pernah bertempur pula di Abkhazia, Basayev sempat dituduh mendalangi aksi pengeboman di apartemen, dan stasiun kereta api di wilayah Rusia, namun ia membantahnya tetapi ia bertanggung jawab bahwa aksi penyanderaan di sebuah sekolah di Beslan, Rusia adalah hasil rancangannya. Basayev tewas saat kendaraan yang ia kendarai tiba-tiba meledak dan membunuh dirinya, menurut pihak Rusia agennya yang menaruh bahan peledak dikendaraanya, tetapi hal ini dibantah oleh kavkaz center(media pejuang chehchen) bahwa ini murni kecelakaan.

Benarkah Teroris Xinjiang itu ada ?


China, sebagai sebuah Negara besar yang berhaluan komunis ini telah berhasil mengeluarkan diri mereka dari kehinaan dan kini malah menjadi salah satu barometer perekonomian dunia, namun dibalik kebesaran negaranya tersebut dalam berbagai bidang, China menyimpan sebuah bara konflik yang besar, tercatat ada dua wilayah yang memiliki perhatian atau pusat konflik di China, yaitu Tibet, permusuhan antara Dalai Lama Tzin Zen dengan Partai Komunis China yang tak kunjung habisnya dan kedua adalah konflik antara Etnis Uighur dan etnis Han di Provinsi Xinjiang, dengan ibukotanya yaitu Urumqi menjadi salah satu pusat konflik berdarah beberapa waktu yang lalu.

Sebagian orang mengatakan bahwa penyebabnya adalah tewasnya seorang warga uighur yang dibunuh oleh orang dari etnis han disebuah toko mainan yang berujung pada demonstrasi damai dari pihak uighur dan berubah menjadi malapetaka setelah entah mengapa aparat Militer China menjadi beringas dan tak terkendali.
Menilik sejarah kebelakang sebenarnya permasalahan kedua etnis ini sudah lama terjadi, bagaimana etnis uighur yang beragama muslim adalah sebagai tuan rumah diwilayah mereka yang kemudian mendapatkan perlakuan diskriminatif saat Pemenrintah China melakukan migrasi besar-besaran terhadap etnis Han ke wilayah Urumqi dan menganakemaskan orang-orang Han yang komunis itu sehingga hak-hak warga uighur pun menjadi terbatas.

Salah seorang warga Uighur mengatakan “ Kita kini menjadi merasa asing di wilayah kita sendiri”. Xinjiang yang dahulunya bernama Turkistan Timur dan sarat dengan kebudayaan Turki dan Islam khususnya membuat para warganya merasa lebih dekat dengan Asia Tengah dibandingkan dengan China, karena itu sebagian warga uighur pun menjadi kesulitan berbahasa mandarin sehingga mereka sulit diterima bekerja atau naik pangkat apabila bekerja dipemerintahan, aktifitas beribadah pun dibatasi, hanya mesjid-mesjid milik pemerintah saja yang boleh beroperasi dan setiap warganya dilarang memiliki Al-Quran, hanya boleh memakai Al-Quran yang disahkan dan diakui oleh Pemerintahan. 

Semasa China menjadi tuan rumah Olimpiade muncul ancaman dari Teroris yang akan mengacaukan jalannya perhelatan olahraga akbar tersebut, dan mengatakan para gerilyawan Turkistan Timur lah yang melakukannya, toh pada kenyataanya Gerilyawan Turkistan Timur itu sendiri diragukan keberadaannya, sebagian kelompok perlawanan yang ada di Xinjiang pun berhaluan sekuler, meskipun memang ada juga yang berafiliasi pada Agama, Aktivis perlawanan yang paling terkenal adalah Rabiya Kadeer, yang kini menetap di Amerika Serikat, ia tidak mengenakan jilbab, apa yang ia perjuangkan pun bukan berlandaskan pada agama namun pada permasalahan etnisnya, ia memperjuangkan hak-hak orang uighur sebagaimana mestinya

Selasa, 07 Desember 2010

Perang Chechnya : Pertempuran atau Pembantaian Masal



Setelah redupnya api perjuangan yang begitu dahsyat pasca perang chechnya 1(1994-96) dan Perang Chechnya 2 (1999-2000), kini permasalahan yang berada di negeri pecahan federasi Rusia tersebut lebih berkutat pada masalah fitnah dan gesekan-gesekan diantar faksi mujahidin itu sendiri, bagaimana Presiden Chechnya sekarang yaitu Ramzan Khadyrov yang pro Moscow tentu saja ditentang habis oleh kelompok-kelompok Mujahidin yang lebih radikal seperti Dokka Umarov yang jelas-jelas menolak dan menginginkan tidak hanya Chechnya tetapi seluruh wilayah didaerah Kaukasus berada pada penegakan syariat Islam yang ketat dengan mendirikan North Kaukasia Emirates.

Pengeboman di Apartemen dan stasiun kereta api di Rusia tak pelak memunculkan tuduhan bahwa para gerilyawan lah yang melakukan itu semua, namun meskipun telah dibantah oleh Warlods(dewa perang) Chechnya yaitu Syamil Basayev dan Ibn-Khattab namun tetap saja Rusia menuduh merekalah yang melakukan itu semua dan tetap bertekad untuk melakukan perlawanan terhadap para teroris tersebut, sampai dikemudian hari salah seorang agen FSB(dinas intelijen Rusia) mengakui bahwa itu adalah buah karya mereka, bagaimana mereka merancang pengeboman tersebut terhadap warganya sendiri dalam rangka untuk menebar fitnah terhadap gerilyawan Chechnya untuk membenarkan aksi Rusia dalam menginvasi (sekali lagi) ke wilayah Chechnya.

Selain itu selama perang Chechnya 2 pun bagaimana dengan liciknya Rusia menipu ke 75 Mujahidin dengan mengatakan apabila mereka menyerahkan diri, mereka akan diberikan amnesti oleh pihak Rusia, namun nyatanya mereka malah dibunuh dengan keji, mereka juga melakukan adu domba antara para gerilyawan dengan penduduk sipil sehingga membuat komposisi kekuatan mereka makin melemah.

Pelanggaran HAM yang parah dimana dalam peperangan seharusnya sipil tidak boleh dibunuh namun mereka dengan seenaknya saja melakukan pembantaian masal terhadap warga Chechnya seperti yang terjadi pada “Komsomolskoye Massacre” yaitu sebuah desa diwilayah Chechnya dimana para warga dibantai habis tanpa belas kasihan, anak-anak dan wanita yang tengah bersembunyi dilempari granat dari luar oleh tentara Rusia, para wanitanya diperkosa berkali-kali bahkan pada waktu lain ada satu kejadian dimana gadis Chechnya berusia delapan belas tahun diperkosa setelah itu dibunuh dengan cara dilindas oleh tank baja milik mereka.
Seorang jurnalis asal Rusia, Anna Politkovskaya mengatakan bahwa “desa tersebut sudah tidak ada” alias rata dengan tanah, Anna pun kemudian mendapatkan sebuah rekaman video dari seorang tentara Rusia yang mengaku tidak dapat tidur berhari-hari dengan harapan apabila kasus tersebut diungkap dapat membuatnya tenang, yang memperlihatkan kekejaman dimana pasukan Rusia mencaci maki dan menyiksa mereka dengan brutal dan terus saja menendangi mereka meskipun orang-orang Chechnya itu sebagian terluka parah, dengan tangan buntung dan pendarahan yang hebat, yang akhirnya pengungkapan kasus ini harus berujung tewasnya sang jurnalis tersebut beberapa waktu kemudian setelah diungkapnya kasus video tersebut.
Siapa pelaku pembunuh Anna?? Kita tidak tahu siapa pelakunya. . .



Daftar Blog Saya

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger