Rabu, 10 November 2010

Ending Terror In Poso (Resolusi Konflik Secara Damai)

Penembakan terhadap pendeta Irianto Kongkoli, Pembunuhan wartawan I Wayan Sumaryase, Penembakan/pembunuhan Jaksa Ferry Silalahi, Kasus mutilasi 3 siswi SMU Kristen Poso, Pengeboman pasar babi Maesa Palu, Pengeboman Pasar Tentena, kasus bom senter di kawua, bom termos nasi, dan bom pintu jebakan disebuah Pura, pembunuhan bendahara GKST Orange dan Yohanes Tadjoja, penembakan/pembunuhan pendeta Susianti Tinulele, rentetan tembakan disepanjang malam hari, penembakan misterius dan pembunuhan terhadap dua warga poso, merupakan serentetan aksi teror yang seolah tidak ada habisnya dan akan terus berlangsung pada saat itu.

Polisi atau aparat dianggap tidak mampu untuk melindungi rakyatnya dari ancaman teror baik Muslim maupun Kristen sama-sama tidak mempercayai mereka lagi sebagai penegak hukum yang baik, bahkan ada selentingan gosip bahwa ini sengaja diperpanjang konfliknya agar pasukan keamanan tetap bertahan disana dan otomatis uang atau aliran dana akan terus mengalir kesana, namun semua itu akhirnya terbantahkan saat polisi benar-benar melakukan penegakan hukum terhadap para DPO maupun pelaku anarkis, bahkan kepolisian pun telah berhasil mendekati dan membujuk kepada salah satu tokoh Muslim yang disegani yaitu H.Adnan Arsal untuk membujuk para DPO menyerahkan diri sebagai kompensasinya mereka akan diperlakukan dengan baik. Toh pada kenyataannya para DPO tersebut tetap bersikeras menolak menyerahkan diri dan memilih bertarung dengan cara mereka, menyerah kepada mereka adalah haram, karena polisi adalah thagut. 

Ada dua kelompok yang disegani di Poso yang diduga sebagai basis atau dibalik serangkaian aksi teror yang selama ini terjadi di Poso, yaitu Kelompok Tanah Runtuh, yang diinfiltrasi oleh anggota JI dari pulau Jawa serta kelompok Kompak Kayamanya, karena kelompok ini merupakan gabungan antara warga lokal dengan kelompok-kelompok luar seperti Kompak, Jundullah, dan NII.
Penegakan hukum pun dilakukan oleh aparat terhadap para DPO pada tanggal 11 Januari 2007, diawali dengan lemparan flash bang sehingga membuat penglihatan mereka menjadi terganggu, saat tim bergerak maju tiba-tiba mereka melihat seorang lelaki keluar dengan membawa sepucuk senjata, saat disuruh menyerahkan diri bukannya menyerah malah mengarahkan senjatanya ke aparat sehingga terpaksa dilumpuhkan setelah itu 17 menit kemudian akhirnya seluruh ruangan dapat dikuasai dan penggeledahan pun dilakukan. Hasilnya 18 Pucuk laras panjang jenis M16, SKS, Pelontar granat GLM, Revolver S&W, senjata rakitan laras panjang dan pendek disita serta 57 butir amunisi caliber 7,62 mm, 119 butir amunisi revolver caliber 38mm, 178 butir M16 dan 31 butir US Carabine kal. 5,56mm juga disita lainnya adalah 3 buah magazine dan 3 buah bom pipa serta 3 buah HT.

Peperangan tentu hanya akan menghasilkan korban dan luka serta trauma mendalam bagi semuanya, rekonsiliasi damai dari kedua pihak dan ketegasan polisi harus lebih dituntut lagi dalam menyelesaikan masalah, pengeksekusian Fabianus Tibo, dkk serta operasi penindakan para DPO dan perdamaian kedua belah pihak yang bertikai dengan mediasi pemerintah maupun aparat menjadi sesuatu hal yang sentral dan dituntut kedewasaan bagi semuanya, semoga pelajaran baik bisa terpetik dari ini semua.amien
(fin, referensi dari Indonesian Top Secret(Brigjen Tito Karnavian, dkk))

0 komentar:

Posting Komentar

Daftar Blog Saya

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger