Senin, 24 Agustus 2015

KEHABISAN PELURU PART 2

Sebuah mobil Kijang biru tengah menunggu Hardi di pinggir jalan, beruntung hari ini agak mendung, ia masuk kedalam mobil tersebut, sudah ada Resya di dalam mobil.
“Jadi kita mau kemana?” Tanya Resya.
“Hah, kamu malah balik bertanya, bukankah sudah diberi tahu Handito.”
“Ya santai sedikit lah, kamu kaku sekali yah, memangnya kamu tidak lelah habis perjalanan jauh.” Tanya Resya
“Lelahnya nanti saja, ada tugas menanti.” Jawab Hardi datar.
Mobil pun di starter dan berjalan.

“Aku tahu, kamu habis dimarahi bos, tenang saja itu hal biasa, kita atur lagi dari awal, kita perbaiki apa-apa yang kurang, tidak usaha dipikirkan, kamu kepikiran karena kurang istirahat serta ditambah dengan kelelahan dan rasa bersalah akibat kegagalan operasi, kalau dipikirkan secara materi, kita juga sudah kehilangan banyak uang untuk sebuah operasi, biaya senjata, hotel, informasi, tetapi kalau semuanya harus diukur dengan uang tidak akan ada habis-nya, kesehatan mental dari para agen juga penting, hal-hal yang sering dialami mereka adalah, kelelahan, stres, sensitifitas meninggi, mudah marah, disertai gejala fisik seperti sakit kepala, hidung berdarah, dll.” Jelas Resya, si wanita berkacamata minus gagang hitam tersebut.

“Hmm.. kau ini sekarang dokter yah.” Tanya Hardi.

“Ha.. ha.. bukan, aku masih sama, mengurusi logistik para agen, mencarikan dan maintenance senjata, alat penyadap, alat komunikasi, aplikasi, komputer, menyusun laporan, tetapi terkadang juga harus double job mengurusi kesehatan para agen, gizi, obat-obatan, kontrol.” Jawab Resya.

“Berapa umur-mu ?” Tanya Hardi

“Menurut-mu ?”

“Aku tidak tahu, gaya bicara-mu seperti sudah berumur, tapi tangan-mu menyiratkan hal sebaliknya.” Kata Hardi

“Tanganku? Kau membaca kisaran umur wanita berdasarkan tangan?”

“Aku juga tidak tahu bagaimana cara melihatnya, itu kata temanku dulu, tetapi ia juga tidak memberitahuku bagaimana cara melihat-nya.”

 “Oh ya, aku masih 30 tahun, tolong ini rahasia kita saja ya.” Kata Resya.

“Kau ternyata masih muda, kau 7 tahun dibawahku.”

“Memangnya aku ini terlihat tua?” Tanya Resya sembari terus mengemudikan mobilnya lalu berbelok kiri diperempatan jalan setelah lampu merah.

“Mungkin karena kau dibagian manajemen, gaya bicara kaku, bicaranya tinggi, serta banyak paham soal sistem, mungkin membuat mu terlihat dewasa dari umur-mu.” Hardi menjawab

“Ya.. ya mungkin saja, mungkin ya mungkin tidak.”
Mereka berdua sudah sampai di Safe House tempat Resya bertugas, berada disebuah apartemen menengah bergaya kerajaan Eropa, berposisi dilantai atas.
Resya dan Hardi melewati sekuriti dan pemeriksaan metal detector, lalu naik dengan sebuah lift
Menuju lantai 16, lalu keluar dari lift berjalan menyusuri lorong dan membuka pintu kamar dengan sistem kartu. Kamar apartemennya cukup luas, ia menghuni tempat ini dengan penyamaran sebagai pebisnis jual beli Mobil, ada dua ruangan,
“Aku mandi dulu, dan sehabis itu kalau boleh aku ingin beristirahat sebentar.” Kata Hardi.

“Ya tentu saja, silahkan.” Jawab Resya.

Hardi mau melangkah ke arah kamar mandi namun tubuh Resya yang terlalu dekat menghalangi jalannya, Hardi berusaha mencari jalan ke kanan dan ke kiri, tetapi tubuh Resya mengikuti, sembari menatap leher Hardi, Resya tidak berani menatap langsung wajah Hardi, saat perlahan ia mulai menyentuh leher Hardi, lalu mendongakkan kepalanya ke atas, dan mulai mencium erat bibir Hardi dan semakin dalam ciumannya dilakukan.

Sementara menunggu Hardi mandi, Resya mengoperasikan sebuah komputer milik-nya yang sudah terpasang transmisi radio, beberapa peralatan intelijen juga ia rapihkan dan dimasukan ke box khusus, seperti kamera kacamata, kamera bolpoin, alat perekam suara, alat pemindah data, harddisk portable, dll, kemudian Resya membuka sebuah laci meja televisi, mengambil cash box berisi uang dan senjata, mengambil segepok uang total Rp. 5,000,000,- pecahan Rp. 50,000,-

Usai mandi, Hardi tertidur di kasur Resya, tertidur pulas, sementara Resya hanya bisa cemberut, belum puas rasanya, ia menginginkan lebih dari Hardi.
Saat Hardi terbangun dari tidur-nya, ia melihat Resya Harun sudah terduduk di kursi tidak jauh dari pandangannya, memakai rok biru tua selutut, hanya saja saat duduk membuat rok tersebut agak tersingkap ke atas, memperlihatkan sedikit jenjang kaki-nya yang putih, serta kaos biru, dengan dibalut sweter hodie warna biru dongker.

Resya tersenyum ke arah Hardi.

“Hari sudah mulai gelap, tidur-mu pulas sekali, malam ini kita akan menyusuri daerah kekuasaan Alm. Aryo Rinaldy, jangan harap gedung mewah, tinggi, ada disana.” Kata Harun.

Hardi hanya tersenyum kecut.

“Apakah kau melupakan sesuatu?” Tanya Resya.

“Soal apa?”

“Sepertinya kau menganggap seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa diantara kita, memangnya kau menganggap aku apa?” Tanya Resya.

“Partner.” Jawab Hardi singkat, sembari berjalan membuka lemari dan mengambil jaket hitam milik-nya
Resya berdiri dan mendekati Hardi “Ingat pelatihan yang sudah kamu lalui, aku pikir itu banyak melibatkan emosional kita.” Tambah Resya.

“Ya aku tahu, aku berterimakasih untuk itu, tapi sepertinya tidak lebih dari itu.”

“Kamu masih memikirkan alm. Istri-mu? Bukankah itu sudah sepuluh tahun yang lalu, percayalah aku juga wanita, sama seperti istrimu, soal perasaan, wanita manapun tidak akan mau melihat lelaki-nya menderita, aku yakin ditempat peristirahatannya ia membolehkan-mu untuk memiliki wanita lagi dalam hidup-mu.” Kata Resya.

“Kita sudah pernah membahas-nya, aku juga sudah berfikir sebaiknya mencari wanita lain untuk jadi pendamping hidup-ku, tapi tidak sekarang, aku sedang dalam tugas, berbahaya, jadi sekarang kita sudah bisa jalan?” kata Hardi.

“Yasudah, ayo kita jalan.”
Resya dan Hardi menuju daerah kekuasaan keluarga Aryo dengan menggunakan kendaraan mereka, menyusuri jalanan ibukota hingga ke sebuah tempat yang ramai penduduk, dan terlihat sedikit kumuh, kabel tiang listrik menjalar kemana-mana, toko-toko berjejer, mulai dari fotokopi, warung makan, warung kopi, minimarket, pangkalan ojeg, hingga tukang sate, penjual sandal, para warga juga lalu lalang disepanjang trotoar, Resya yang berada dibalik kemudi terus menginjak pedal gas-nya hingga mereka sampai di sebuah bar MY, tempat warga sekitar menghabiskan waktu luang atau sekadar mencari hiburan, sebuah bar yang menyediakan berbagai minuman alkohol, meja biliar, nobar, hingga karaoke.
Joe “The Fat Boy” biasa menghabiskan waktunya disitu.
Hardi pun turun sendirian masuk kedalam bar, dalam melihat-lihat kedalam, ia melihat sesosok pria gemuk tengah terduduk di meja bar tengah menikmati minumannya, Hardi duduk mengambil jarak satu kursi dari Joe, tak lama kemudian Resya masuk kedalam dan duduk diantara Hardi dan Joe.

“Hei wanita, mau minum? Aku yang belikan.” Tanya Hardi

“Tidak usah.” Jawab Resya hanya menatap sepersekian detik kepada Hardi lalu meluruskan kembali pandangannya kedepan.
Hardi hanya tersenyum kecut, dan berusaha meraih tangan Resya.

“Hei apaan nih, jangan ganggu aku.” Jawab Resya ketus dan mulai kesal dengan ulah Hardi.
Resya yang mengenakan rok dan menatap wajah Joe dengan nakal, membuat Joe mudah terkait pancingannya.

Joe membalas senyuman Resya dan sepertinya wanita itu membutuhkan bantuan Joe.

“Butuh bantuan mam?” Tanya Joe sembari menatap tajam Resya.

“Ah siapa ? aku? Ya tentu saja, jangan panggil mam, namaku Resya.”

“You can call me Joe.” Jawab Joe dengan bahasa Inggris yang menggelitik.

“Aku akan pesankan bir satu untuk-mu.”

“Oh ya terimakasih.” Jawab Resya sembari menyunggingkan senyum-nya.
Hardi lalu mulai mendekati Resya kembali, memegangi rok dan kepalanya, lalu mencium Resya dibibir-nya, sementara Resya terlihat mulai tidak nyaman dan berusaha melepaskan diri dari Hardi sampai tubuhnya sedikit terbanting ke arah Joe.

“Hey, Anda punya masalah dengan nya?” Tanya Joe kepada Hardi.

“Tidak usah ikut campur, sebaik-nya kau pergi sebelum mendapat masalah.” Jawab Hardi
Joe hanya menyeringai, “Oh ya, berani sekali bicara seperti itu di daerahku, aku belum pernah melihat-mu sebelumnya.”
Resya menghindari mereka berdua.
Saat sebuah pukulan menghantam perut Joe, lalu Joe membalas sebuah sambaran ke kepala Hardi membuatnya terpelanting, Joe memecahkan sebuah botol dan berjalan ke arah Hardi, namun dengan sigap Hardi langsung menendang kaki Joe, dan menendang lengan Joe yang sedang memegangi botol pecah tersebut. Joe menjatuhkan tubuhnya ke arah Hardi dan membuat keduanya terjatuh kelantai, suasana mulai kacau, orang-orang dibar berlari ketakutan, sementara pelayan berusaha memanggil bantuan keamanan.
Joe dan Hardi berdiri bersamaan, mereka terlibat baku pukul, hand to hand combat secara cepat diperagakan oleh Hardi yang masih mampu ditangkis oleh Joe, namun Hardi lebih sigap dan berhasil memukul ke arah dada, wajah, dan leher, sementara Joe melihat celah dan langsung mencekik leher Hardi dengan lengannya yang besar, mengangkatnya dan membanting tubuh Hardi ke arah meja, menghancurkan meja kayu tersebut.

Kemudian datang dua orang polisi mengacungkan senjata ke arah mereka, lalu menggelandangnya ke kantor polisi, hari ini mereka menginap disana dengan sel yang berbeda.

Keesokan harinya Resya mendatangi kantor polisi tersebut sembari menyelipkan amplop dan meminta untuk membebaskan Hardi.

Beberapa saat kemudian Hardi nampak dikawal oleh polisi berjalan ke arah Resya, lalu Hardi meminta kepada Resya untuk membebaskan Joe.

“Ini salahku, semalam aku tersulut emosi.” Kata Hardi kepada Resya yang juga didengarkan si polisi.
Resya menunduk dan berfikir, lalu mengatakan kepada Polisi, meminta Joe dibebaskan.

Joe “The Fat Boy” berjalan ke arah pintu luar lalu menjumpai Resya dan Hardi diluar.

“Hei Joe, aku minta maaf soal semalam, beruntung Resya menolongku, lalu aku juga meminta agar kau juga sekalian dibebaskan.” Kata Hardi sembari mengulurkan tangan

“Ya sudahlah, masalahnya sepele sebenar-nya.”

“Aku akan mentraktir kopi untuk kalian berdua.” Ujar Hardi.

Usai Joe menjabat uluran tangan Hardi, mereka bertiga pun menuju sebuah kedai kopi, sembari menyeruput hidangan kopi dan cemilan ringan dipagi hari menjelang siang, mereka banyak mengobrol diselingin tawa diantara mereka.

Joe adalah tipikal orang yang banyak mulut, ia akan membicarakan apapun yang ia ingin bicarakan tanpa henti, terutama reputasi hidupnya yang meski mengerikan tetapi terkadang suka di besar-besarkan dan kalau diperhatikan suka memutar-mutar disitu-situ saja.

Obrolan pun berlanjut soal rencana dari anak Aryo, yaitu Heriyanto.

“Jadi apa yang akan dilakukan oleh Heriyanto.” Tanya Hardi

“Balas dendam, itu sudah pasti, ia akan mengumpulkan tim terbaik yang ia miliki, orang-orang yang sudah ia kenal atau orang-orang yang kami kenal untuk menciptakan visi dan misi yang sama dengannya.” Jelas Joe

“Kenapa harus ada visi dan misi, bukankah tujuannya hanya untuk balas dendam, membunuh Henry, setelah itu selesai.”

“Heriyanto bukan orang semacam itu kawan, ia ingin menciptakan kekuatan dan propaganda untuk melakukan perlawanan terhadap keluarga Henry, visi-nya adalah menjadikan keluarga Aryo sebagai pemimpin Mafia di ibukota, serta memiliki misi untuk melemahkan keluarga Henry, membeli polisi sebanyak yang dia bisa, memperluas ekspansi bisnis-nya, dan menguasai wilayah tanpa harus membayar kepada siapapun.” Jelas Joe.

“Sepertinya menarik.” Suara datang dari Resya. “Kalau kalian menang, berarti kalian bisa memiliki wilayah yang bisa kalian pakai semaunya, aku mau mendirikan usaha salon, kedai kopi, kedai gunting rambut, serta membangun kontrakan.” Tambah Resya.

“Ha.. ha.. apapun Mam, tapi tentu harus menjadi keluarga inti dahulu, jasamu harus besar dulu untuk keluarga Aryo, dengan begitu nanti akan ada porsi wilayah yang akan dibagi, tanah, uang, pengurusan sertifikat, dll”

“Bagaimana caranya, agar kami bisa memberikan jasa yang besar untuk kalian?” Tanya Hardi

“Tadi kau bilang pernah di Militer, menjadi Sniper, itu modal yang bagus, kau punya kemampuan yang cukup untuk membantu kami.” Kata Joe

“Ya, tapi aku sudah lama keluar dari kesatuan.”

“Tapi kau tahu kan ilmu dasar-nya, menembak, menikam, bertahan, pengintaian, dll” ujar Joe.

“Ya tentu saja, aku harus memolesnya lagi, berlatih fisik lagi, membuka lagi manual book survival, serta meminyaki dan berlatih kembali dengan senjata.” Jawab Hardi

“Heriyanto, dkk akan mengadakan pertemuan dengan orang-orang terbaik-nya, dan kau atas rekomendasiku, aku undang untuk menjadi bagian dari kami.”

“Ya tentu saja, aku mau.” Tutup Hardi.

Taken from Chapter 26 : KEHABISAN PELURU, My upcoming soon Novel by Finn. R
email : vinhramdhansetiawan@yahoo.co.id

fiction/thriller action

Sabtu, 22 Agustus 2015

KEHABISAN PELURU

Sekelompok bersenjata melakukan serangan terhadap pos polisi didekat perbatasan wilayah sengketa, tiga polisi tewas, media berhasil datang duluan, meliput selongsong peluru, kemungkinan AK47, darah berceceran, meja kerja berantakan, kesimpulan awal ini adalah serangan balasan dari kelompok Heriyanto atas kematian salah satu anggotanya.
Reno Akbar, salah satu polisi korup pro Henry, Corp ia terlibat berbagai pemerasan terhadap pengusaha-pengusaha kecil di daerah kekuasaan Heriyanto, memeras restoran, ruko, hingga lahan parkir, yang tidak menuruti, ia bersama tiga temannya akan melakukan tindakan kekerasan, seperti pemukulan, pembakaran, hingga penganiayaan, tanpa terdeteksi, ia juga adalah orang yang selalu memasok informasi kepada Henry Vincent tentang hal-hal terbaru yang ada dikepolisian, seumur hidup jadi polisi tidak akan membuat dirinya jadi kaya.

Reno seperti biasa menghabiskan waktunya di rumahnya, dengan merokok dan menenggak minuman keras, puluhan batang rokok dan abu sudah berjejer dimeja, disamping pistol Beretta miliknya, ia hanya bertelanjang dada, tengah asik menonton televisi dan membaca koran pagi ini, lalu sebuah suara raungan alarm mobil menyala, sepertinya itu mobilnya, tidak tahu pastinya, mobil siapa, Reno panik, mengambil pistolnya, mematikan rokok dan bergegas keluar sembari memakai kaos putih miliknya. Reno Akbar berjalan perlahan ke arah garasi mobilnya, sepi tidak ada siapa-siapa, sementara mobil masih meraung-raung, ia mencoba membuka pintunya dan mematikan dari tombol kunci yang ia genggam, ia merasakan ada seseorang dibelakangnya, saat ia berbalik badan, sebuah pukulan dengan besi tabung pemadam menghantam wajahnya, membuat ia pingsan seketika.

Suara kursi mobil, berderit, ada sesuatu yang menempel dipunggungnya, sepertinya lem atau semacamnya, tubuhnya yang tengah bertelanjang dada, bagian punggungnya menempel di kursi kulit mobilnya, saat ia mencoba menarik, kulitnya menempel terasa sakit dan perih, kombinasi lem dan jahitan merobek-robek kulit punggungnya, beberapa darah mengering hasil jahitan terlihat, Reno Akbar terbangun, lengannya dilakban dengan sangat kencang ke setir mobil keduanya, hanya jari-jarinya terlihat terbuka, bagian pergelangan hingga telapak tangannya dilakban dengan sangat kencang, ia melihat kedepan, sebuah pemandangan, bangunan-bangunan kosong, sepi, dan beberapa rongsokan besi, jok mobil bekas yang ia lihat melalui pandangannya, ia tidak ada dirumahnya, angin sepoi-sepoi berbunyi, bergemirisik, terkadang terdengar seperti suara raungan manusia kesakitan hasil tabrakan angin-angin dengan dinding bangunan dan gravitasi, ditengah-tengah bangunan sepi. Derap kaki seseorang mendekati dari belakang, ia lalu masuk ke dalam, duduk disamping kemudi, Marciano SDS yang kali ini beraksi, ia membawa tang, pistol disematkan di pinggangnya, ini tidak live, rekaman hasil interogasi akan dikirimkan nanti.

“Kau bekerja untuk Henry.”
“Siapa kau, tahu apa?”
“Jawab saja, atau satu persatu jari-mu akan saya putus.” Tegas Marciano, Reno hanya menyeringai.
“Kau pikir, kau tahu siapa aku Hah !!”

Baiklah… Sebuah tang menjepit jari telunjuk kanannya, lalu benar-benar dengan sangat keras menekan hingga menghancurkan daging-daging dan tulang jemari tersebut, membuat Reno kesakitan, berteriak-teriak kencang, tidak ada yang mendengarkan, saat ia ingin berusaha memajukan tubuhnya kedepan,reaksi yang tidak terkontrol, rasa sakit menjalar dipunggungnya, lem dan benang jahitan menarik kulit-kulit punggungnya, jemari kanannya putus, berdarah-darah, lalu Marciano menyiramkan morphin, dan mengeringkannya dengan kain kasa, tetap saja darah mengalir, tidak perduli.

Mata Reno membelalak, “ANJINGG !!!” Mau mu apa Bangsat !!!”
“Pertanyaanku sudah jelas, dimana uang-uang itu disimpan?”
“Aku tidak tahu, aku hanya tahu jaringan Sabrina, pelacuran, penari seksi, apapun, kau mau itu? Aku bisa kasih.”
Marciano menyeringai dibalik kacamata retro hitamnya, ia menghampiri jemarinya Reno, kali ini jari tengah, kembali dengan tang.
“OKEE. OKE… Baik, baik, cukup, bangsat, sialann , Arghhh.” Teriak Reno. Matanya membelalak, menahan sakit, gigi nya bergeretak.

“Ada sebuah gudang, disitu uangnya disimpan, cukup banyak, bahkan mungkin sangat banyak, para wanita udik, wanita tua yang mengerjakan uangnya, merapihkan uang-uangnya, sebagian dari uang mereka tidak disetor ke bank, nah uang-uang yang tidak disetor ke bank itulah yang disembunyikan dalam sebuah gudang, dengan keamanan tingkat tinggi, kau harus melewati tiga keamanan bersenjata disana, tidak semudah itu masuk kesana.” Jelas Reno 

“Mudah saja, kalau kau ada disitu, kau yang akan menuntunku kesana, kau adalah orang dikenal disana, bilang saja aku ini orang suruhannya Henry, itu urusanku, sekarang antar aku kesana.” Reno hanya pasrah, rasa sakitnya dilepas, lukanya diobati, ia tidak ditodong, tetapi ia tahu bahwa orang yang menyiksanya ini adalah orang berbahaya, sekali serang dengan tangan kosong pun sudah cukup untuk menjatuhkannya lagi, lalu menyiksanya kembali, jangan coba-coba kabur.
“Jadi ini gudangnya? Besar juga?”
“Sehari-hari mereka memproduksi baju, untuk menutupi, konveksi.”
“Antar aku masuk.” “Serius, jangan cari gara-gara sama mereka.”
“Ya aku serius.”

Marciano dan Reno berjalan melewati lorong gudang, lalu menemui penjaga bersenjata, mereka membukakan pintu usai Reno berbicara sepatah dua patah kata, lalu Marciano & Reno melewati daerah-daerah dimana para wanita sedang bekerja, ia melewati rangkaian wanita muda, berpakaian minim, sedang mengerjakan perapihan uang, menyusunnya sesuai nominal uangnya, lalu membungkusnya dengan plastik yang ditekan oleh sebuah alat, ruangan disini sangat panas, wajar saja para wanita itu bekerja hampir telanjang, lalu ia kembali melewati penjagaan bersenjata dan menemui para wanita tua berpakaian putih-putih sedang mengerjakan jahitan dengan mesin jahit mereka, tibalah ditempat gudang inti, seseorang berbadan tegap, lengan penuh tato, dijaga tiga pengawalnya ada disana, lalu mendekat.
“Siapa dia?” Tanya Marno, pemimpin gudang sembari menenteng pistol.
“Dia orang suruhan Henry.” Jelas Reno. “Henry?”
“Ya saya orang suruhan Henry, bos kalian itu.” Sergah Marciano,
“Saya sedang melihat-lihat, melakukan rutinitas, pengecekan, dan audit, dari tampilannya, pasti kau pemimpinnya disini, benar?”
“Mau apa? Bukankah kemarin sudah diperiksa, memang harus setiap hari memeriksa, semua sudah sesuai hitungan, uang Henry tidak ada yang dilipat, saya sendiri yang akan menembak orang itu kalau berani mengambil uang nya Henry, meski hanya seperak.”
“Atau kau sendiri yang melipat uangnya, lalu siapa yang akan menembak mu kalau begitu? Itulah mengapa dibutuhkan orang seperti saya untuk melakukan dual control.” Tegas Marciano.
Marno hanya menyeringai, Marciano melihat-lihat kesekitar, ruangan, tiga pria bersenjata, apa yang bisa dilakukannya.
“Henry, Sabrina, Maria, tinggal sebut, mau saya hubungi siapa, jangan sampai Anda berakhir seperti Rafi, ditembak dikepala karena pengkhianatan terhadap Henry.” Ucap Marciano
Marno mendekat dan melihat Marciano tanpa rasa takut.
“Silahkan saja, buktikan, kalau sampai tidak terbukti, tahu angin akan mengarah kemana.” ujar Marno

Marciano menyeringai, menunduk, lalu memutuskan untuk pergi dari sana, sementara Reno ia antarkan ke kantor polisi, barang bukti sebagian diambil oleh Marciano di rumahnya, lalu ia kembali ke Safe House pribadinya, disana ia membuka laptopnya, mengecek email, dan mencolok flashdisk milik Reno, lalu membuka selular milik Reno, daftar panggilan, pesan singkat, di flashdisk tersebut terdapat foto-foto, teman temannya, lalu beberapa wajah pejabat yang tidak asing lagi, ia juga membuka internet banking, user dan password-nya diberikan percuma-cuma oleh Reno sesaat sebelum diantar kekantor polisi, daftar transaksi terakhir, dicetak, nomor-nomor rekening disimpan, usai selesai semua data dibundel jadi satu kedalam tas untuk diantar ke Agensi besok.

“$ 500,000,- ditransfer ke rekening pengusaha property, $ 300,000,- ditransfer ke rekening anggota parlemen, $ 200,000,- masuk kantong Reno, masih banyak lagi, polisi, politisi, partai koalisi, semuanya dipecah-pecah dalam bentuk transfer kecil-kecilan, hasil temuan tim investigasi juga menemukan adanya uang-uang tersebut diinvestasikan dalam bentuk cek, giro, dan deposito, sisanya dicairkan cash keras.” Ujar Norman kepada Meri.

“Beberapa foto temuan di flashdisk dan hardisk komputer Reno juga ditemukan wajah-wajah yang tidak asing, yang mengejutkan adanya foto seorang jaksa di file-nya, tetapi data transaksi dan transferannya tidak ada, mungkin cash, kita harus selidiki ini.” Kata Norman.

“Dia bukan polisi korup kelas kroco, dia yang mengatur transferan dana kepada orang-orang yang pro dengan Henry sepertinya, hasil pengecekan email pribadi milik Reno ditemukan ada beberapa percakapan dengan seseorang, tidak ada namanya, namun saat ditelisik oleh tim IT, menuju ke arah seorang anggota muda parlemen urusan dalam negeri, ia meminta imbalan sebesar $ 100,000,- atas uang tutup mulutnya serta aksinya di parlemen dalam usaha untuk membela kepentingan Henry, Corp terkait wacana pemerintah untuk menutup usaha-usaha ilegal dari Departemen yang dipimpin Sabrina, 30 usaha pelacuran diantaranya tidak berizin, alasan sulit mengeluarkan izin jadi kenekatan Henry untuk main kucing-kucingan dengan hukum, 
Reno inilah jembatan suap untuk membuka usaha-usaha tersebut, kalau tidak dibuka departemennya dia tidak akan bisa achieve target bagi Henry, Corp. saat ini kekuatan suara masih 50:50, si wanita muda parlemen ini adalah penguat suara bagi Henry, Corp.” jelas Meri.

“Ya, benar.” “Aku bukan ahlinya, kejahatan terorganisasi, tetapi kurang lebih seperti itu.” Jelas Meri.
 “Lalu bagaimana ? masih mau fokus untuk hancurkan Kelompok Heriyanto dahulu, atau korupsi dan penyuapan yang sudah menggunung ini dalam jajaran kelompok Henry?” Tanya Norman.
“Jangan Tanya aku, Tanya direktur.” Jawab Meri lugas. 

Keesokan harinya, Komisaris Rachman Hariyo dikepolisian ditelepon oleh Agensi, Meri sendiri yang menelepon, melaporkan ditemukannya gudang tempat penyimpanan uang hasil korupsi, penyuapan, penyogokan, pelacuran dari keluarga Henry.
“Jangan takut, jangan ikuti kata-kata pemerintahan yang pro terhadap Henry, ikuti kata hatimu, dikepolisian hanya kamu yang aku percayai.” Pesan Meri dibalik telepon.
Komisaris Rachman Hariyo diam sejenak, detail operasi, hasil pengintaian, dll akan dikirim via emailnya hari ini oleh Meri Ayu, sementara itu ia menyiapkan pasukan anti terror untuk melakukan penggerebekan. Polisi menembak 3 penjaga bersenjata, dan menangkap lebih dari delapan orang bersenjata lainnya yang menyerahkan diri usai dikepung, para wanita muda dan tua dipisah, mereka diikat dan dijadikan satu dalam ruangan, perlahan-lahan usai mobil angkutan kepolisian datang, mereka diangkut untuk dibawa kekantor polisi, uang tunai yang sudah dirapihkan senilai lebih dari Rp. 500,000,000,000,- ditemukan dalam kotak-kotak kayu besar, selain itu penyitaan senjata berbagai tipe dilakukan. Komisaris Rachman hanya tertegun dan menelan ludah melihat hasil sitaannya, luar biasa besar nominalnya. 

Taken from Chapter 43 : THRILLER NOVEL "KEHABISAN PELURU" My Upcoming Soon Novel 
Penulis bisa dihubungi di vinhramdhansetiawan@yahoo.co.id 

fiction/thriller action

Daftar Blog Saya

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger