Sabtu, 12 Januari 2013

Book Review : Alazhi, Gadis Perawan Xinjiang

Bagi pemerhati masalah politik tentu masih membekas diingatan kita tragedi kerusuhan di Xin jiang, provinsi barat daya China yang berbau sektarianisme, ketegangan diawali adanya dua etnis Uyghur di GuangZhou yang meninggal setelah baku hantam dengan etnis Han, yang merupakan etnis mayoritas di China, hal ini dipicu oleh kebohongan seorang wanita yang mengaku diperkosa oleh orang Uyghur, namun faktanya setelah diinterogasi bahwa hal tersebut tidaklah benar, ia hanya dimaki-maki saja.
Pergolakan batin yang panjang serta ketidategasan pemerintah China dalam menangani hal tersebut, kedua orang Uyghur yang tewas tersebut seolah dibiarkan saja angin berlalu tanpa ada apa-apa ditambah pendaman rasa sakit hati dan dendam yang begitu panjang karena diskriminasi yang diterapkan pemerintah China, membuat kerusuhan meledak di Urumqi, ibukota XinJiang pada Juli 2009 lalu, dan menewaskan lebih dari 179 orang, yang menurut kabar di alami oleh mayoritas Han.
Tiga tahun kemudian muncul novel yang sangat jarang sekali ada di Indonesia, yaitu sebuah cerita yang mengangkat kehidupan orang Uyghur, Tokoh utama dalam buku adalah nyata, benar adanya, yaitu Alazhi binti Musha yang bekerja di Xinjue Muslim Restaurant di Guang Zhou, China namun adapun karakter dan beberapa pengembangan cerita nya adalah murni dari pemikiran serta riset-riset yang dilakukan oleh penulisnya Nuthayla Anwar yang kini bermukim di Malaysia.
Seorang Gadis bernama Alazhi alias Lian Ting yang mau berbagi sepenggal kisah pedihnya sebagai gadis Uyghur yang mencari cinta dan rela meninggalkan keluarganya yang tinggal di Kashgar lalu mencari pekerjaan di Guang Zhou sebagai manajer Restaurant disini.
sebelumnya kedua adiknya Gulina dan Aisha pun sudah lebih dahulu pindah ke kota, sehingga keluarga Alazhi hanya meninggalkan satu anak saja, yaitu adik Lian Ting, Yasen yang harus rela mengorbankan impiannya untuk kuliah Fakultas ilmu pertanian di Universitas Xin Jiang karena harus menjaga kedua orang tuanya, Musha & Hanipa. Alazhi mulai bergelung dengan kehidupan glamor kota Guang Zhou, ia pun melepas hijabnya dan mengenakan rok pendek demi memiliki kesetaraan dengan gadis-gadis China pada umumnya.
Lian Ting memiliki sahabat karib di tempat kerjanya, yaitu Betsy, seorang wanita Chinese Han yang bekerja sebagai resepsionis di Xinyue Muslim Restaurant yang terletak di lantai tiga Xinjiang Buliding di pusat kota Guang Zhou. Betsy sangat bagik terhadap Lian Ting, sehingga saat Betsy mengajak Lian Ting ke sebuah karaoke, diskotek atau pesta kecil yang ia adakan bersama kekasihnya di apartemen miliknya, Lian Ting hanya pasrah dan mengikuti saja meskipun batinnya terus menolak karena ini sudah tidak sesuai dengan tradisinya.
Permasalahan semakin runyam saat kerusuhan meletus di kampungnya, Kashgar yang berujung pada tewasnya Mammetjiuma, yaitu lelaki yang dulu pernah meminangnya namun ia tolak dengan alasan ingin melanjutkan karir, serta Upur Rahman tempatnya dulu ia pernah bekerja dan juga sahabat baik ayahnya Damullah Musha, juga ikut tewas terkena rajaman peluru tajam.
Ayahnya yang juga terkena pukulan saat demonstrasi, mengalami sakit berhari-hari sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya, Lian Ting hanya bisa bergelung dengan kesedihan ditanah perantauannya saat ia menerima telepon dari ibunya yang mengabarkan bahwa ayahnya telah meninggal.

Daftar Blog Saya

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger